TEORI PEMROSESAN INFORMASI

OLEH :

 1.      LASTRININGSIH         (13712259005)

 2.      TRI AGUS CAHYONO (13712259007)

 

Tugas Mata Kuliah

Teori dan Psikologi Belajar

 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2013

 

 

 

TEORI PEMROSESAN INFORMASI

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Teori belajar kognitivisme merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon tetapi lebih melibatkan proses berpikir yang kompleks. Paparan ini mencoba menyajikan pemahaman tentang belajar dari sudut pandang teori pemrosesan informasi.

Teori pemrosesan informasi merupakan bagian dari teori belajar kognitivisme. Dalam konteks kognitivisme yang dianggap sebagai pelopor teori pemrosesan informasi adalah Robert M. Gagne, yang kemudian dikembangkan oleh George Miller. Asumsi yang melandasi teorinya adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne, dalam Suyono dan Hariyanto (2012:77) dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang selanjutnya diolah sehingga menghasilkan keluaran berupa hasil belajar.

Disebutkan oleh Suyono dan Hariyanto (2012:76) teori pemrosesan informasi banyak dikaitkan dengan teori pembelajaran sibernetik (cybernetics learning). Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik adalah pengolahan informasi. Proses belajar menurut teori ini meliputi kegiatan menerima, menyimpan, dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah diterima. Belajar tidaklah hanya meliputi apa yang terlihat, yang penting bagaimana suatu proses kognitif itu terjadi di dalam diri pembelajar.

  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana sejarah munculnya konsep pemrosesan informasi.
  2. Bagaimana konsep pemrosesan informasi.
  1. Tujuan
  1. Sebagai bahan kajian mahasiswa.
  2. Memahami dan mendalami lebih jauh konsep pemrosesan informasi.

 


BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.    Tokoh Pelopor Teori Pemrosesan Informasi

Robert Mils Gagne

1916 – 2002

Salah satu tokoh pelopor dari teori pemrosesan informasi adalah Robert Gagne yang memiliki nama lengkap Robert Milis Gagne, ia dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1916 di di North Andover, Massachusetts dan meninggal pada tanggal 28 April tahun 2002. Setelah lulus dari SMA, Gagne melanjutkan pendidikan di  Yale University.

Pada   tahun   1937    Gagne   mendapat    gelar   B.A  dari    di Brown University dan mendapat gelar Ph.D  di bidang  psikologi  pada tahun 1940. Robert Gagne adalah  seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa The Condition Of Learning. Ia profesor psikologi dan pendidikan di Connecticut College untuk Perempuan (1940-1949), Pennsylvania State University (1945-1946),  Princeton (1958-1962), dan University of California di Berkeley (1966-1969), dan profesor di Departemen Penelitian Pendidikan di Florida State University di Tallahassee dimulai pada tahun 1969. Ia juga menjabat sebagai direktur penelitian untuk Angkatan Udara (1949-1958) di Lackland, Texas, dan Lowry, Colorado. Dia bekerja sebagai konsultan untuk Departemen Pertahanan (1958-1961),  dan di Kantor Pendidikan Amerika Serikat (1964-1966). Selain itu, ia menjabat sebagai direktur penelitian di Institut Penelitian Amerika di Pittsburgh (1962-1965). Diambil dari (Biography Robert Mils Gagne http://www.bookrags.com)

  1. B.     Tokoh Pelopor Teori Pemrosesan Informasi

Gagne beranggapan bahwa terdapat masalah dalam pandangan sebelumnya (1) Ide yang dikemukakan awal terkait dengan situasi spesifik, seperti anjing berliur ketika melihat makanan (2) Teori-teori awal berasal dari sudut belajar di laboratorium, dan tidak menjelaskan kapasitas manusia untuk mempelajari ketrampilan dan kemampuan yang kompleks. Gagne tidak mengawali dengan dengan riset laboratorium, ia berpendapat bahwa kunci untuk mengembangkan teori yang komprehensif adalah memulai dengan analisis berbagai macam kinerja dan ketrampilan yang dilakukan oleh manusia. Teori-teori sebelumnya memang menjelaskan subkomponen belajar manusia, akan tetapi subketrampilan itu bukan tujuan utama dari belajar. (Gagne, 1977 & 1984, dalam Margaret G. Bell, 2013).

Ada beberapa unsur yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar. Menurutnya, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku (Udin S. Winataputra, et. al., 2007: 3.30). Jadi tingkah laku itu merupakan hasil dari efek komulatif belajar. Artinya banyak ketrampilan yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar ketrampilan yang lebih rumit, contohnya ketrampilan belajar “menjumlah“ akan berguna bagi siswa untuk belajar “mengkali” siswa tidak perlu belajar menjumlah ketika belajar mengkali. (Udin S. Winataputra, et. al., 2007: 3.30). Contoh model dari Pavlov oleh Gagne (1977a) dideskripsikan sebagai belajar signal atau tanda, sedangkan perspektif lain dari teori stimulus-respons (S-R) dari Thorndike dan Skinner adalah salah satu contoh terbentuknya koneksi (S-R). Saat anak mendapatkan sejumlah koneksi maka akan terbentuk rantai koneksi. (Margaret G. Bell, 2013: 173). Sedangkan para penganut psikologi Gestalt berpendapat bahwa belajar terjadi ketika subyek “melihat” hubungan baru dalam stuasi masalah (Gagne, 1977), (tetapi tidak menilai belajar yang telah dilakukan oleh subyek sebelumnya (Margaret G. Bell, 2013: 173 )

Pandangan Gagne tentang pendekatan kognitif ini didukung oleh sebuah penelitian tentang pentingnya pengetahuan dalam memahami dan mengingat sesuatu yang baru telah dilakukan oleh Recht dan Leslie (Woolfolk, dalam Baharuddin, 2007: 96) keduanya meneliti tentang siswa-siswa sekolah menengah pertama yang sangat bagus membacanya dan sangat kurang membacanya. Mereka menguji pengetahuan siswa tentang olahraga baseball dan menemukan bahwa pengetahuan baseball tidak ada kaitannya dengan kemampuan membaca. Karena itu kedua peneliti tersebut membagi siswa menjadi empat kelompok, yaitu 1) Kelompok yang mampu membaca dengan bagus sekaligus memiliki pengetahuan tentang baseball, 2) kelompok yang mampu membaca dengan bagus tapi kurang pengetahuannya tentang baseball, 3) kelompok yang kurang mampu membaca dengan baik tapi memiiki kemampuan yang luas tentang baseball, 4) Kelompok yang memiliki kemampuan membaca yang kurang dan pengetahuan tentang baseball yang kurang.

Tabel 1.1:

Penelitian Recht dan Leslie

Kriteria

Kelompok

1

2

3

4

Ketrampilan Membaca

+

+

Pengetahuan tentang Baseball

+

+

Hasilnya, kekuatan pengetahuan siswa yang memiliki kemampuan membaca kurang dan telah memiliki pengetahuan baseball yang luas ternyata lebih baik daya ingatnya tentang basaeball dari pada siswa yang memiliki kemampuan membaca yang baik tetapi pengetahuan baseball yang kurang. Dan diketahui pula bahwa siswa yang memiliki kemampuan membaca yang kurang dengan pengetahuan baseball yang luas sama baiknya dengan siswa yang mampu membaca dengan baik dan pengetahuan baseball yang luas. Sedangkan siswa yang kurang baik dalam kemampuan membaca dan kurang baik dalam pengetahuan baseball kurang dapat mengingat apa yang mereka baca. Dari penelitian tersebut kedua peneliti menyimpulkan bahwa dasar pengetahuan yang baik lebih penting daripada strategi belajar dalam memahami dan mengingat.

  1. C.     Pengertian Teori Pemrosesan Informasi

Shuell (1986) dalam Schunk (2012:228) menyebutkan bahwa teori-teori pengolahan informasi memfokuskan perhatian pada bagaimana orang memperhatikan peristiwa-peristiwa lingkungan, mengkodekan informasi-informasi untuk dipelajari, dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang ada dalam memori, menyimpan pengetahuan yang baru dalam memori, dan menariknya kembali ketika dibutuhkan. Dalam Baharuddin (2007:99) disebutkan bahwa information processing model memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya, dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa teori pemrosesan informasi merupakan model dalam teori kognitivisme yang mencoba menjelaskan kerja memori manusia dalam memperoleh, menyandikan, dan mengingat informasi.

  1. D.    Sistem Pemrosesan Informasi

Gredler (2013:227) menyebutkan bahwa ada dua asumsi pokok yang mendukung riset pemrosesan informasi, yaitu sistem memori adalah pengolah informasi yang aktif dan terorganisasi serta pengetahuan sebelumnya berperan penting dalam belajar. Terkait dengan asumsi tersebut maka perlu dibahas tentang hakikat sistem memori manusia dan organisasi pengetahuan dalam memori jangka panjang.

Konsepsi awal tentang memori manusia menganggap bahwa memori hanya sekedar tempat penyimpanan atau kolektor informasi yang pasif selama periode waktu yang lama. Tetapi, pada tahun 1960-an periset mulai memandang memori manusia sebagai sistem kompleks yang memproses dan mengorganisasikan semua pengetahuan kita (Gredler, 2013:227). Disebutkan pula oleh Santrock (2009:359) bahwa memori atau ingatan adalah penyimpanan informasi di setiap waktu.

Cara kerja memori manusia meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan, yaitu memori sensori (sensory memory), memori jangka pendek (short-term memory,) dan memori jangka panjang (long-term memory). Konseptualisasi umum memori manusia digambarkan oleh Gredler (2013:231) dalam gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.1

Konseptualisasi Umum Memori Manusia

Memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya,  dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan. Bagian penting mengenai memori yang berkaitan dengan teori pemrosesan informasi yaitu pengodean (encoding), penyimpanan (storage), dan pemanggilan kembali (retrieval). Pengodean adalah proses di mana informasi masuk ke dalam memori. Penyimpanan adalah penahan informasi di setiap waktu. Pemanggilan kembali berarti mengeluarkan informasi dari penyimpanan. Aliran informasi di seluruh sistem pengolahan informasi dikendalikan oleh proses control (eksekutif). Woolfolk (1995) dalam Baharuddin (2007:100) menggambarkan model pemrosesan informasi (information processing model) pada gambar 1.2 berikut.

Penyimpanan sementara

Penyimpananpermanen

Gambar1.2

Model Information Processing Theory

( Diambil  dari buku baharuddin hal 100)

  1. 1.      Sensory Memory

Sensory memory atau sensory register merupakan komponen pertama dalam system memori. Sensori memory menerima stimuli atau informasi dari lingkungan (seperti sinar, suara, bau, dan lain sebagainya) secara terus menerus melalui alat penerima (receptor) kita. Receptor disebut juga dengan alat-alat indera. Informasi yang diterima disimpan dalam sensory memory kurang lebih dua detik (Baharuddin, 2007:100).

Masih dalam Baharudin (2007:100) disebutkan bahwa keberadaan sensory memory memiliki dua implikasi dalam proses belajar. Pertama, orang harus memberikan perhatian pada informasi yang ingin diingatnya. Kedua, waktu mendapatkan atau mengambil informasi harus dalam keadaaan sadar. Setelah respon diterima oleh sensory memory, otak mulai bekerja untuk memberikan makna terhadap informasi atau ransangan tersebut. Proses ini disebut Perseption atau memersepsi. Persepsi (pengenalan pola) terjadi; yaitu proses pemberian makna terhadap sebuah input stimulus (Schunk, 2012: 231). mengacu pada kelekatan makna pada input-input lingkungan yang diterima melalu panca indera (Schunk, 2012: 244). Persepsi manusia terhadap informasi yang diterimanya berdasarkan realita obyek yang mereka tangkap dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (Baharuddin, 2007:101)  Misalkan, bila ada tulisan seperti berikut ini,

Jika seseorang kita tanya huruf apakah itu, maka orang akan mengatakan itu huruf z, jika kita tanya angka berapakah itu, maka orang akan menjawab 2, jika orang yang kita tanya belum pernah mengenal sama sekali angka atau huruf maka, maka orang tersebut akan kesulitan memberi makna dan hanya menganggap itu hanyalah simbol/coretan yang tidak berarti.

Persepsi terhadap stimuli tidak seasli atau semurni stimuli sebenarnya, karena bisa dipengaruhi kondisi mental, pengalaman sebelumnya, motivasi-motivasi, pengetahuan, dan faktor lainnya (Baharuddin, 2007:101). Perhatian merupakan faktor (attention) penting dalam proses ini, Tidak semua stimuli dari lingkungan diterima manusia karena perhatian merupakan sebuah sumber yang terbatas (Schunk, 2012: 241). pada tahapan ini satu input dipilih untuk diberikan perhatian lebih lanjut berdasarkan tingkat aktivasinya yang tergantung kepada konteks (Schunk, 2012: 240). Jadi di sinilah peran proses kontrol (eksekutif) mengendalikan informasi mana yang akan dipilih untuk proses lebih lanjut.

  1. 2.      Short-Term Memory (STM)

Short-term memory atau memori jangka pendek adalah sistem memori dengan kapasitas yang terbatas di mana informasi disimpan selama 30 detik, kecuali informasi tersebut diulang atau kalau tidak diproses lebih lanjut, karena jika diproses informasi bisa disimpan lebih lama (Santrock, 2009:364).

Short-term memory disebut juga sebagai working memory atau memori kerja. Baddeley (1993, 1998, 2000, 2001) dalam Santrock (2009: 365) menyatakan bahwa working memory seperti meja kerja pikiran tempat berlangsungnya banyak pemrosesan informasi. Working memory terdiri atas tiga komponen utama, yaitu putaran fonologis, working memory visual ruang, dan eksekutif sentral. Input dari memori sensori menuju putaran fonologis, di mana informasi tentang cara bicara disimpan dan pengulangan terjadi dan menuju working memory visual ruang, di mana informasi visual dan  ruang, termasuk imajinasi disimpan. Eksekutif sentral tidak hanya menggabungkan informasi dari putaran fonologis dan working memory visual ruang, tetapi juga dari memori jangka panjang (retrieval).

  1. 3.      Long-Term Memory (LTM)

Long-term memory atau memori jangka panjang adalah jenis memori yang menyimpan banyak sekali informasi untuk periode waktu yang lama dalam cara yang relative permanen (Santrock, 2009: 366). Kapasitas memori jangka panjang manusia sangatlah mengejutkan dan efisiensi di mana individu-individu bisa mendapatkan kembali informasi sangatlah mengesankan. Menurut Baddeley (1998) dalam Schunk (2013:258) representasi pengetahuan dalam LTM tergantung pada frekuensi dan kontinguitas. Makin sering suatu fakta, peristiwa, atau ide dijumpai, makin kuat representasinya dalam memori. Selain itu, dua pengalaman yang terjadi berdekatan waktunya akan cenderung dihubungkan dengan memori sehingga ketika salah satunya diingatkan yang satunya akan teraktifkan. Maka, informasi dalam LTM direpresentasikan dalam struktur-struktur asosiatif. Asosiasi-asosiasi ini sifatnya kognitif, tidak seperti asosiasi dalam teori pengkondisian yang sifatnya behavioral (stimulus dan respon).

Berdasarkan isinya memori jangka panjang dapat dibedakan menjadi subjenis memori deklaratif dan prosedural. Memori deklaratif dibagi lagi menjadi memori episodik dan memori semantik, seperti terlihat pada gambar 1.3 (Santrock, 2009:368).

Gambar 1.3

Klasifikasi Isi dari Memori Jangka Panjang

(diambl dari buku santrock hal 368)

Memori deklaratif (declarative memory) adalah pengumpulan kembali informasi yang disengaja, seperti fakta atau peristiwa tertentu yang bisa dikomunikasikan secara verbal. Sedangkan memori procedural (procedural memory) adalah pengetahuan nondeklaratif dalam bentuk keterampilan dan operasi kognitif. Memori prosedural tidak bisa dikumpulkan kembali secara sadar, setidaknya dalam bentuk peristiwa atau fakta tertentu.

Psikolog kognitif Endel Tulving (1972,2000) dalam Santrock (2009:369) membedakan antara dua subjenis memori deklaratif menjadi episodik dan semantik. Memori episodik (episodic memory) adalah ingatan mengenai informasi tentang waktu dan tempat terjadinya peristiwa dalam kehidupan. Memori semantik (semantic memory) adalah pengetahuan umum tentang dunia ini. Memori semantik mencakup tentang jenis pengetahuan yang dipelajari di sekolah; pengetahuan dalam bidang keahlian yang berbeda; dan pengetahuan “sehari-hari” tentang makna kata, orang-orang terkenal, tempat-tempat penting, dan hal-hal biasa.

  1. a.      Pengkodean

Pengkodean (encoding) adalah proses menempatkan informasi yang baru (yang masuk) ke dalam sistem pengolahan informasi dan mempersiapkannya untuk disimpan dalam LTM. Pengkodean biasanya dilaksanakan dengan membuat informasi-informasi yang baru memiliki makna dan menggabungkannya dengan informasi-informasi yang telah diketahui dalam LTM (Schunk, 2013:258). Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pengkodean:

  1. Organisasi

Mengklasifiksai mengelompokkan potongan-potongan kecil menjadi potongan besar yang terorganisir. Pengelompokkan cenderung berdasar Kesamaan, kedekatan, ketertutupan.

  1. Penjelasan

Proses mengembangkan informasi yang baru bagi seseorang dengan menambahkan atau menghubungkannya dengan hal-hal yang telah diketahuinya  (dalam teori Gestalt disebut hukum pragnaz) kecenderungan memberi makna.

  1. Skema

Struktur yang mengorganisasikan sejumlah besar informasi menjadi sebuah sistem yang bermakna (dalam teori Gestalt disebut kontinuitas).

  1. b.      Pemanggilan Kembali

Setelah seseorang melakukan pengodean informasi dan kemudian menyampaikannya dalam memori, ia mungkin bisa mendapatkan kembali beberapa informasi tersebut, tetapi mungkin juga melupakan beberapa informasi. Ketika kita mendapatkan kembali sesuatu dari “bank data” pikiran Seperti halnya pengodean, pencarian ini bisa otomatis atau bisa juga membutuhkan usaha.

Posisi suatu hal dalam daftar juga mempengaruhi seberapa sulit atau mudah hal itu diingat (Pressley & Harris, 2006 dalam Santrock, 2009 : 370). Dalam efek posisi serial (serial position effect), ingatan lebih baik dalam hal-hal di awal dan di akhir sebuah daftar daripada untuk hal-hal tengah. Efek utama adalah bahwa hal-hal di awal sebuah daftar cenderung diingat. Efek akhir adalah bahwa hal-hal di akhir sebuah daftar juga cenderung diingat.

Faktor lain yang mempengaruhi pemanggilan kembali adalah sifat dari petunjuk yang digunakan orang-orang untuk mendorong memori mereka (Allan & lainnya, 2011 dalam Santrock, 2009:372). Pertimbangan lain dalam memahami pemanggilan kembali adalah prinsip kekhususan pengodean (encoding specificity principle) yaitu bahwa asosiasi yang terbentuk pada saat pengodean atau pembelajaran cenderung merupakan petunujk pemanggilan kembali yang efektif. Aspek pemanggilan kembali yang lain adalah sifat dari tugas pemanggilan kembali itu sendiri. Pengingatan kembali adalah tugas memori di mana individu-individu harus mendapatkan kembali informasi yang dipelajari sebelumnya, seperti yang harus dilakukan siswa-siswa ketika mengerjakan pertanyaan essai atau isian. Pengenalan adalah tugas memori di mana individu hanya harus mengidentifikasikan (’mengenali’) informasi, yang sering kali merupakan kasus dalam ujian pilihan ganda.

  1. c.       Lupa

Schunk (2012:294) mendefinisikan lupa sebagai hilangnya informasi dari memori atau ketidakmampuan mengakses informasi. Kondisi lupa masih menjadi perselisihan para peneliti dalam hal apakah informasi hilang dari memori atau apakah ia masih ada, namun tidak dapat ditarik karena telah berubah, tanda-tanda penarikannya tidak mencukupi, atau ada informasi lain yang mengganggu usaha mengingatnya.


BAB III

Implikasi dalam Pembelajaran

 

Membantu para siswa meningkatkan memori (Santrock, 2009; 374), dengan cara antara lain :

  1. Memotivasi anak-anak untuk mengingat materi dengan memahaminya daripada menghafalkannya.
  2. Membantu sisiwa-siswa dalam mengatur apa yang mereka masukkan dalam memori mereka.
  3. Mengajarkan strategi mnemonik. Mnemonik adalah bantuan memori untuk mengingat informasi. Strategi mnemonic bisa melibatkan imajinasi dan kata-kata. Beberapa jenis mnemonik antara lain metode lokus, sajak, akronim, dan metode kata kunci.

Manfaat teori pemrosessan informasi (Jauhar, 2011:25) antara lain :

  1. Membantu terjadinya proses pembelajaran sehingga individu mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah.
  2. Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menojol.
  3. Kapabilitas belajar dapat disajikan secara lengkap.
  4. Prinsip perbedaan individu terlayani.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin & Esa Nur Wahyuni. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Group.

Gredler, M.E. (2013). Learning and Instruction Teori dan Aplikasi. (Terjemahan Tri Wibowo B.S). Jakarta : Kencana.

Jauhar, M. (2011). Implementasi Paikem dari Behavioristik sampai Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Santrock, J.W. (2009). Educational Psychology. (Terjemahan Diana Angelica). Jakarta : Salemba Humanika.

Schunk, D.H. (2012). Learning Theories. (Terjemahann Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suyono & Hariyanto, (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Winataputra, Udin S., dkk., (2007) Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka.

Biography Robert Mills Gagne: http://www.bookrags.com/biography/robert-mills-gagne/

 

 

Leave a comment